Selasa, 31 Januari 2012

Temaram

Mengemasi pikiran yang berserakan di beranda senja. Aku melangkah ke timur menuju matahari, yang mungkin ku temui lagi esok, atau hari ini hari terakhir perjumpaan kami.

Waktu terus memunguti jejak-jejakku dan menyimpannya dalam kotak-kotak kenangan yang tersusun rapih menurut warna dan aromanya masing-masing. Masihkah akan sempat kubuka kembali memoar itu?

Semoga saja!

Senin, 30 Januari 2012

Doa 1


tuhan

di malam sunyi

di batas ketidaksadaranku
raihlah tanganku
tuntun langkahku;
yang t"lah jauh menyimpang
kembali ke jalan itu
jalan menuju kekasimu, kekasihku

doaku
mengetuk-ngetuk di gerbang altarmu
dengan segala kepapaan, kenistaan
kebusukan dan kepurapuraanku
yang sulit kutanggalkan
jangan campakkan aku
hiraukan aku
kasihi aku
ampuni
segala kedurjanaanku
biarkan aku berada lajur kekasihmu
cukup kiranya bagiku

"kuring di tandasa cahya bulan na cangkir kopi hideung."
senyum bulan menikam
jantung ku, jantung kekasihku
dan jantung nya sendiri.
aku
dia
seperti bulan,
sepi

Anjeun

: Ka Kang Darso

anjeun
nu ngahaleuang
mamapay angin ngawurkeun kaendahan kamadhab papat
wirahama nu ngagalura
ngaguratkeun kaasih jeung kanyaah na keketeg jantung
... kisunda dangiang
kisunda tandang na tungtung sora anjeun

haturan
salaksa bentang pikeun anjeun nu geus kumawula
mugia sagala talajak, rengkak jeug karya anjeun natapak
pikeun anak incu kisunda
meh reueus kana dirina

Ajari Aku

ibu
ajari aku cinta sejati;
mencinta berarti memberti, memberi tantanpa harap kembali
apalagi menuntut

tanah
ajari aku kesabaranmu dalam mencinta

sehingga kau ridhakan lembutnya akar menembus setiap ari mu
"Kopihideung dan sepotong ingatan tentangmu."
Dia membenamkan wajahnya kedadaku...air matanya seperti hujan pertama yang datang dengan tibatiba, mebasahai baju merembas kehatiku.
tak ada katakata, karena katakata telah menjadi puisi reranting yang jatuh di hempas angin,pedih dan pilu.

" Aku tak sanggup lagi mas!"


Suaranya menggantung dipepohon yang mulai sewarna hitam di telan sisa senja yang kelam...

Tangismu, tangisku, dan rinai hujan bersahutsahutan...
"
"Memaknai kehadiranmu di hatiku,memaknai hadirku di hidupmu.
Hubungan (asmara) tidak selalu cinta, tapi cinta menghubungkan segala pertalian dengan kasih juga asmara.
Saat kehilangan sesorang yang terbiasa ada (terjalin hubungan) dengan kita pasti menyakitkan, tapi itu lagilagi belum tentu cinta. bisa jadi hanya rasa kehilangan kebiasaankebiasaan saat dia bersama kita..."

Naha (Ah Teu Naha)

naha...?
emh...tapi teu naha,
naminage jalmi...
janten kumaha atuh?
ah teu kukumaha...
da tos biasa
tumarima we bari jeung usaha ngadalikeun sagala rasa...

"dina dedek cikopi dedek ingetan anjeun
minuhan lalangit hate"
"
"sebilah pucuk ilalang mondarmandir di hatiku
merekah segala luka"
"aroma itu seperti nyanyian.menyimpan kenangan.
aku mengenangmu dngan aroma kering jerami sawah"
"ketahui
fahami
sikapi."
"Kita masingmasing punya cara dalam mencintai dan menyayangi
tapi percayalah, saat sepi menggerogoti hidupmu, panggil aku, aku akan ada untuk mu.
tapi sekiranya kau tlah mampu berdiri dan tak butuhkan aku lagi, kau dapat abaiakan aku. tak apa.
akan kujalani dengan senang hati..."
awan seperti kain kafan membungkus langit;putih tanpa jahitan
dalam genggaman angin bunga semboja terkulai menuju tanah
bunga ilalang terbang hilang arah
apakah angin yang sama yang membawamu datang dan pergi
dari sisiku?
waktu begitu lambat berjalan dan kau begitu cepat berlalu

romantisme kopihitam dan asap roko

romantisme kopihitam dan asap roko
bersetubuh di ladang bintangbintang

aku menggembala kenang
dalam remang

Takdir

siapa yang lebih kuasa,
takdir yang memisahkan kita
atau cinta yang terlanjur mengakar di dada?

siapa yang lebih kuasa,
kau bukan milikku
atau hati yang selalu terjaga mengingatmu?

bila saja aku kusa atas hatiku,
akan ku bredel ia
seperti rezim penguasa membredel media yang menyinggung kekuasaannya.

atau kucampakkan ia
seperti anakanak jalanan yang di campakan nasib dan negara

aku tak kauasa atas hatiku
biarkan ia menggelandang memunguti tapak demi setapak nasib mencinta
tanpa mendamba
melangakah meski gontai
menikmati setiap perih dan bahagia
meski hanya longitudinal

Balada Tangis Negeri

kemana?
kucari lagi jejakjejak seri negri ini
setiap petak, terjajah amarah
debatdebat, umpatmengumpat, sumpahserapah
wajahwajah tegang, garang
uraturat leher mengerang
tangantangan mengepal
siap perang, siap serang
untuk siapa?
melawan siapa?
untuk pembernaran kebenaran yang kau sangka benar?

tidakkah jerit sakit yang tersakiti ulahmu
menyakitkan hatimu?
tidakkah erangan derita dari perbuatanmu
meranakan nuranimu
atau kau tak lagi temukan nurani
seperti tak kutemukan
jejak seri negeri
ini lagi.

karena ulahmu
ulahku
ulah kita
yang semakin picik saja.

(kembali negeri ini menangis)
indra
akal
hati
jiwa

sikap..?

Risau

Risauku
seperti gagak
di ceruk hati;
lembab, kelam

Perau teriakteriak
gamang

kesendirian


Merangkul jarum jam di bawah bayang rembulan, tersedu aku menangis,
"Janganlah melangkah, aku gamang ditinggal sendiri dalam kesunyian ini!"

Kemana Harus Ku Larung Rindu?

Kemana harus ku larung rindu?
Sedang segala sungai yang bermuara padamu kerontang
 
Saat seperti ini aku ingin menjadi batu
Mengabdikan segala rindu
Pada diam
Sendirian
"hidup merupakan perjalann. dan mati adalah akhir dari perjalanan ragawi untuk menyatu dan menjadi bagian dari siklus bumi (kembali ke tanah). sedangkan ruh akan terus hidup, dan itulah sesungguhnya hidup. karena hidup yang sekarang ini sesungguhnya mimpi, dan akan bangun dan tersadar pada saatnya nanati, setelah mati."
tergeletak
lunglai
masai

segala daya
punah
dalam sekat ruang dan waktu
yang memapahku
hanya kekeh tawamu

dikegersangan kemarau
cintaku
menggelepar
di belukar subur hatimu

sunyi

sunyi

ingin kubunuh
kidungmu diceruk hati
perih
merintih
tersisih
"Keresahan bagiku adalah muara, dimana kita akan mereguk beragam makna darinya. dan jiwa kita tak akan pernah gersang. kutanam gelisah di setiap langkah"

rindu kemarau

udara kering
jrum jam mnggigil
desah angin malas
mnggapai tirai kmar

aku mengeja waktu
seperti mengeja namamu
rindu

Penantian Itu

Ada sebongkah rindu resah
menyumpal jantung
menahan keluar nafas
Sesak!

merekahlah segenap luka
seperti petakpetak sawah
dilumat kemarau
retak
keronta

Angin seperti belati pada luka menganga ini
dan lamatlamat senyummu
Serupa petir hujan pertama

Di jendela yang terbuka
Kunikmati tiap tetes gerimis
yang menyapa setiap retak
dan mengalir disegenap rekah
Luka semakin menganga
dicongkel belati sendiri

telanjang kaki

berjalan menelusuri rekah lukaluka
menapaki kembali setiap suara
perih
menyisit
menurih
aku hilang warna di laut warna
aku hilang suara dihingar suarasuara
tangantangan waktu meremas, mengihsap, seperti gurita
raga hilang daya
racunnya masuk kesetiap buluh, merayap di setiap serabut urat dan saraf

diberanda senja
aku sekarat
ditikam duka
aku
debu

tuhan
jangan kau
terlantarkan aku;
dari kasihmu

Dengar

Dengar
ada gemuruh di ceruk sunyi;
berongga dan relungnya
seperti serabut akar--curam lembab
hitam
kelam

Di sanalah gelisahku lahir dan bertapa
Sepurba rasa
Selama cinta
Kepadamu

begadang

seperti rayap
bayanganmu
menggerogoti kantukku

aku
merindukanmu
sepanjang malam
Kerinduan selalu bergeletar

Menghidupkan segala asa, segala rasa.

Beriak, bahkan menjadi gelombang.

Aku selalu larut, menyelam dan merenangi segala gelombang itu dengan suka cinta.

aku yang setia

belajar mencintaimu kurenangi makna sabar
dengan merindukanmu kulayari arti kesedihan
geletar menjadi gejolak,sayang
gejolak harus kuredam!
pendam
...
akulah pantai dengan pasir putih itu
dimana sauhmu sesekali kau lempar di pasirku

aku slalu menunggu

Dzikir Rindu

aroma tanah gerimis pertama
kelopak senyumu yg merekah
di jejak kaki bulan
kudzikirkn namanu di tepian malam

Ngopi 2

kulahap bulan sendiri
dengan secangkir kopi
pucat warnamu kucerna
dalam resah yang mengalir
dari luka ke luka
dari harap ke harap

siapa pencuri mimpimimpi malamku?

Ngopi

cur...ngebul...
haseup kopihideung hiber
mawa rasa nu katunda

na halis mega
kuring nyawang pameunteu salira
jungjunan

: He!

bulan dan kopihitam

bersekongkol
mengejek kerinduanku
yang menggelepar;
terkapar

cinta, rindu dan kenyataan yang tak berfihak



aku harus melangkah, sayang
meski persimpangan ini terlau curam,
kelam

menapaki setiap jengkal duri bayangmu
rindu
luruh
mengaduh, jiwaku di cumbui keluh, sayang
tapi aku
harus terus berjalan,
menjauh dari jalanmu

waktu yang merambat akan membinasakanku, sayang
dan cinta ini bercakar tajam, beracun!
menacap, perlahan,
dalam
smakin dalam.
merelung dan meruang
redup redam
kelam

aku harus melangkah, sayang
meski jalan yang akan ku tempuh terlalu curam
tajam
kelam

aku harus melangkah!

Bulan

bulan
aku diperkosa cahyamu

persetubuhan yang panjang
rindu dan segan
tetaskan resah
di rahim malam

jarum jam tergeletak lunglai di pojok kelam
aku, kamu, malam, bulan
mengerang
dalam desah yang panjang.
aku merindukanmu sepanjang malam

Doa

tuhan
jodohkan aku dengan kebahagian
jalinkan serabutserabut pikiranku pada kebaikan
beri nada di jantuku nada cinta
hingga kuraih damai kasih
dan kesahajaan

smoga sikapku tak berlebihan!

Ngalageday

John Denver - Leaving on a Jet Plane, 
kopi hideung jeung imut anjeun nu ngagantung na mega pulas perak 
ngaranggeum hate
kumaha hibar anjeun jungjunan?



Gontai

Gontai
Telusuri jejakjejak langkahnya sendiri
di rongga malam
                 : Barangkali saja ada yang tersisa setelah gerimis membasuhnya!

Sementara itu
Jemari waktu
Meremas segala asanya yang menggantung di awan

Poros itu Kamu

langkah ini terhenti di jejak semula;
timur
barat
utara
selatan
tak kutemukan jejak senyummu

ujung malam melancip
menusuk rusuk
akankah kau datang hidupkanku lagi?

Kasihku seperti angin

 
 
Kasihku seperti angin.Meski musim berganti
Ia selalu ada
Tapi maafkan
Jika kasih ini terkadang menjadi badai
sebab tekanan udara mungkin tak merata

Kasihku seperti angin
Berhembus lembut
Sepoy dan
Sesekali menjadi badai
Bertahanlah!
Dengan begitu
Kita bisa lebih dewasa
Semoga!

Siapa Menanam Luka?

Dibasuh gerimis
Perihku kehilangan tangis

Siapa yang menanam luka?

Angin menahan nafasnya
Mengedap pergi
Meninggalkan jejak pada tetesan sisa hujan di dedaunan
Menggelepar, jatuh terkapar

Siapa yang menanam luka ini?
Jerit batin terus menggali tanya
Entah pada siapa

Senja pucat pasi
Wajah kenangan lebam
Ditinjua perih sendiri

Jamu Jiwa

:Kuakrabi Luka

Kuseduh
Seuntai senyum manismu
Merdu panggilmu
Sendu tatapmu,
Menjadi jamu

Semua keindahan dulu
Serupa sembilu kini
Menurih setiap perih
Merjam setia rekah, luka;
Smakin menganga
Smakin trbiasa jiwa bersenda
Dengannya

Kuseduh dan ku teguk senyum manismu
Bersama air mata
Meski ketir
Kuyakin akan lebih terbiasa jiwa
Semoga saja!

Elegi Senja



Perjumpaan satu dua kata
Di pelataran senja yang temaram

Hatiku lebam ditinju sakitmu, sayang

Segeralah sembuh
Agar senja kembali benderang, terang
Dan kita bisa bersenda lagi, d pematang
Mengeja angin yang lalulalang

Perjalanan


Langkah waktu,
Seperti siput - merayap;
Melahap stiap detak jantung
Menyasar stiap hela nafas
Menguliti segala selubung;
Gulita, remang
Dan teranglah segalanya,
Menjadi masa lalu

Sesekali ingin ku jegal waktu
Biar ia tak penggal sgala senangku




Sabtu, 28 Januari 2012

Untuk Ponakanku, Sayang (Selamat Ulang Tahun)

: Halizah Gita Andiana


Ketika langit menyempit
Tanah kerontang disesap kemarau panjang
Empat tahun yang lalu,
Tangis pertamamu memecahmecah resah
Yang berkecamuk di dadadada kami orangorang tuamu.

Empat tahun lalu
Saat segala warna menjadi merah,
Tangis pertamamu membentur dinding subuh
Dan sedih-bahagia mekar bersama fajar

Tak terasa
Empat tahun sudah,
Tangis dan tawa itu sahut menyahut di antara tangis dan tawa Penghuni rumah ini, anakku

Tak tereasa
Empat tahun kau kini
Selamat ku ucap untuk mu
Sebagai rasa bahaiga dan syukur ku
Semoga panjang usia
Sehat dan sejahtera.

Lelaki, Senja yang lembab, dan Sebatang rokok

Diisapnya dalamdalam;
Kesediiha, udarah basah, asap memuai
Masihkah harap melambai?

Romansa Hujan Pertama

http://irfanelfikr.wordpress.com/http://www.facebook.com/profile.php?id=100001286570569Kuhitung gerimis dan desah angin
Di telapak waktu
Yang kian tua

Aku Slalu lupa usia
Bila hujan pertama tiba

Senja bercumbu dengan rerumput
Di antara kepak sayap kepinis
Dan kelepar pipit
Yang memapah anaknya pulang kandang

Aroma tanah, bau kayu basah
Memapahku mencumbui senyummu
Yang tak pernah dewasa

Lagu Dari komunitas Engang yang berada dalam Album Perdana yang berjudul Untuk Cinta. Lagu yang berbahasa Sunda ini di ambil dari penggalan puisi karya Anggie SW. Diaransemen oleh Abah Sarjang dan Eko.

Jumat, 20 Januari 2012

Réalistis

"Mikir réalistis téh nyaéta kumaha carana pikiran urang dimaksimalkeun pikeun néangan Réal! (duit Arab)"
Ceuk Mang Juha ngomong teu sirikna ditompokeun kana ceuli pamajikanna, Ceu Emi anu murungkut nangkeup kantong hideung wadah baju. Di Bandara.

Puguh Gé!

Barang rék nguyup kopi nu tinggal saparapatna, na ari gep téh gelas ngégél kana biwir luhur. Nyeri tur reuwas. Gelas di betot, tapi orokaya gelas beuki pageuh ngégélna. Lir gégép. Rék di betot deui sieun paragat biwir, antukna di antep gelas ngagantél. Kuring jejeritan.
Aya kana tilu menitna manéna ngagantung. antukna guprak gelas murag bari ngosom nagagayem biwir. Manéhna nyarita.
"Geuleuh tuda aing mah! Tikamari hantem we gejog deui, gejog deui kukopi. Geus reged kieu awak teu ngabeu cai. Ari pikmin teu hiji-hiji acan nu jadi!"
Pokna bari acleng-aclengan dina kibot, terus ngajleng asup kana monitor.

Bingung Neangan Judul

Alhalmdulilah. Ti sapeupeuting macaan pikmin bari miharep aya ideu ngalalar. Antukna jam satenga dalapan  isuk-isuk, teu burung beubeunangan.Réngsé sa pikmineun. Sanajan can dijudulan ogé leuheung, jongjon ari geus ngawujud hiji carita mah.
Nyangsaya kana tembok, bari ramo mah napel kana kibod komputer. Uleng ngemutan pijuduleun. Pikmin can di 'Kirim' da can di judulan. Panon asa beuki peurih katojosan matapoé anu moncor tina jandela. Teu karasa. lenyap! Panon teu kawawa nahan serangan katunduh. Lep, sare kakedapan.
Kahudangkeun ku leungeun nu nyorosod tina kibod. Korajat beunta. Bari ngumpulkeun pangacian mencrong kana layar komputer. Hideung. Tuluy nga geubig-geubig emos. layar angger hideung.
"Gusti!Geuning, listrik beak pulsana!"
Batin ngajerit dengdam ka PLN.

Ngahuhuleng

Langit angkeub, anging ngagelebug, tatangkalan rarampayakan. Ti beh kaler guludug gegerem handaruan. Manéhna ngahuhuleng sanggeus maca surat ti kulawarga kabogohna.
"Teu nyana kieu jadina. Asa dibentar gelap ngadéngéna!!", gerentesna.

Jelegér!
Jelegér! Gelap ngabéntar awakna.

Sabada Isa hujan teu raat. Manehna ngajanteng ngahuhuleng, nempokeun pasaran nu mawa awakna ka pajaratan.


@Banjar2011

Saméméh Solat Ied

Di jajaran pangpayuna, katingal pa kuwu ngaharewos ka pengurus MU désa.
"Kuring ngawayuh deui..."
Sadaya musami ting raringeuh. Jempé sakedapan.
Pakuwu rungah ringeuh, rarayna pias. Nembe sadar réhna dina kerah tos digantelan pangerah sora.

Ngahuleng Hareupeun Komputer

Jiga cacing, jiga leunyay, jiga sireum, jiga hileud. Aksara ting karayap, ting arutek. Kalaluar Tina panon, tina ceuli, tina irung terus marurag kana lahunan. Ngabangké.
Teu hiji-huji acan pikmin nu jadi.

@Banjar2011.

Getih Kurban


Sapi nu panungtung téh ieu mah hade pisan. Kualitas nomer hiji jigana mah. Eta we nya lintuh nya bersih awakna ogé. Bubuhan sapi pajabat. Antukna kécécét sapi téh dipeuncit, getih mancur tina tikorona. Ti menit ka menit, getih teu ieuh saat, geus lima belas menit, getih hayuh ngocor, jiga pancuran. Jalma-jalma geus ting raringeuh bari ting kecewis. Hémeng. Waktu terus ngeteyep, getih sapi geus samumuncangan ngeueum lembur.

@Banjar2011

Lami Ngantosan


Ku Irfan El Fikr
Leguk, leguk. Terus ngahuhuleng. Hawa panas nerekab tina beteungna, ngarayap kana dada, tikoro, uraturat na jero irung tuluy kana panon. Bererbey tina juru panonna, cimata campur getih ngalemereh mapay damis Halimah.
gubrag awakna ngagubrag bari nangkeup Cep Imron, anakna nungalelmpreh.
Botol Bayon ngagoler na biwir panto kamar, samping beureum nyangheuy kana dipan. Salamar surat na tonggongeun hiji indung nu nangkeup anakna, mateni diri.
"Ka Kang Sarji.Hampura abdi mawa si sujang balik ka kalanggengan. Abdi teu kiat pami langkung lami kedah ngantos akang nu taya wartoswartosna acan"
@Banjar2011

Gondewa Cinta


Dipentangkeun. Belesur.
"Ceb!"
Gondewa cinta kuring, nanceb pisan keuna kana jantung manehna.
Luk Neng Isah Ngeluk, getih maseuhan kabaya bodasna. Pisalakieun Neng Isah nua aya digigireunnana langsung ngarangkul.
                                                                         ***
Hawa tiis nyocogan sakuliah awak, tiris, linu. Sirah asa peupeus, beungeut asa enyor. Dada eungap. Bray panon, maksakeun beunta. Remengremeng, saurang lalaki ngabedega, uraturat leungeuna ranteng nandakeun tanagana pinuh, ngangakat watu sagede sirah. Hiuk di walangkeun ka lebah beungeut kuring.
"Gejret!!"

@Banjar2011

Pati

Ceu Eni ngajengkat ti kamerna. Baketut haseum, bari ngaleos narik simut. Pindah ka tengah imah, ngagoler hareupeun tipi. Ngarasa kaganggu ku kerek salakina.
Sedengken di kamer Kang Darma terus sesegrok, sukuna kekejet. Tina irung jeung juru biwirna ngaley getih seger.
                                                                  ***
Ceu Eni nyegruk, nyuuh na runggunuk taneuh beureum. Hiliwir angin, seungit kananga, ting keresekna kararas, jeung girimis nungktun kahanjelu Ceu Eni, nyusul ka alam baka.
Ceu Eni palasatra na luhureun kuburan salakina.

@Banjar2011

Kabinabinabina

Emod cingogo di pipireun tajug, sisi sawah. Najan dua poe ieu hujan teu weleh turun pasosore, tapi can ieuh sawah caian, reumis na tungtung jukut, narangkod pindah kana bulu sukuna.
Jangkrik reang, awor jeung sora kararas nu cingkulisik katebak angin. Bari lelenggutan Emod terus bajoang ngaleupaskeun beuteungna tina kanyeri kualatan loba teuing barang dahar.
"Teu kirakira Emod...ngadurat teh atuh montong tukangeun tajuuuug!"
Ceuk hiji sora tankatingal jirimna.

Panon poe meletek ti tebeh wetan.
Kulisik Emod lilir, hawarhawar sora nu cing kecewis, beuki lila beuki atrat. Bray panona beunta.

@Banjar2011

Teteleponan

“Halo, halo? Punten kapegat Néng, Si Mamah miwarang mésér pulsa, neleponna sambil jalan nya.” Ceuk Adi bari nyelapkeun hapé kana hélem. Gerung nyetater motor. Leok ka jalan muru konter.

Geus dua minggu kalakuan Adi kawas kieu teh. Méh unggal waktu teteleponan, cicikikikan sakapeung nyanyanyian jeung nu ditelepona. Di kamar, di dapur malah ka kamar cai gé ari keur kagok mah tara di tunda ieuh. Sakapeung sok hémeng, naon atuh nu dicaritakeunana, teteleponan sakitu lilana jeung mindeng deui. Samodel harita. Najan keur na motor manehn teteleponan uplek pisan.
Aya kana dua puluh méteran deui mah Adi anjog ka konter téh. Bakating ku uplek, manéhna teu sadar nalika meuntas rél karéta, ti béh kalér, karéta ngelaksonan. “Kuoooong!” Sadar yén motorna keur aya di tengah rél, replék gas dikenyang satakerna gaur motor ngagerung tarik naker. Luncat. Gurudug karéta liwat. Adi salamet, teu kaletak ku hulu karéta, ngan orokaya, motor nyangsaya na juru sawah.
Na tungtung telepon sora awéwé rawahriwih nanya kunaon. Taya jawaban. Adi diparayang. tina jero hélem nyakclak getih seger.
“ Halo! Halo! Néng, geuning teu aya suantenan? Mana poék deui ieu teh. Pareum listrik rupina di bumi akang mah”
“Jelegér! Jelegér!” Sora jejelegéran alahbatan béntar gelap, minuhan dédéngéannana. Méh bareng jeung hiji sora nu handaruan.
“ Man robbuka?”

@Banjar. Oktober 2011.

KOMUNITAS kreativitas yang mencakup beragam kegiatan di antaranya: Musik, teater, sastra, EO, dan berbagai macam kegiatan lainnya yang positif.

Pangantian


Anjeun,
Nyngkaruk na tutunggul kalbu
Tatapa na tangkal rasa,
Disiraman rasa kucimata saban mangsa
Ka sono nu geus ngawahangan. Jungjunan

Na angin teu mere beja
Yen bangbara katalimbeng di taman nu tinggal seungitna?
Na girimis teu ngaharewoskeun ka sono
Nu leuwih rongkah manan gelap usum hujan meujeuhna?

Enggal Mulang jungjunan

 12 Januari 2012

Cinta, Naha Anjeun Datang bet Telat?

"Naha urang tiasa hirup sasarengan kang?"

Pananya Neela ngagantung na mega beureum, angin mawa dalingding kapeurih ati ngusap dangdaunan. Holodo nyeuseup sakumna cai na kulit sawah; bareulah lir hate Neela Jeung Rafik.
Rafik males ngaranggeum ramo Neela nu cebrek kukesang tiis, geugeut lir layung jeung beureumna.
"Rupina urang..."
Panon Rafi peureum nahan cimata nu teu kabendung, maseuhan pipi. Ngaharep cimata bisa ngamalirkeun kapeurih ati nu ngageugeuh sukma. Angin ngarangkul jeung ngusapan maranehna nalika Rafi neruskeun ucapanana,
"Rup-ru-pi na urang kedah carita cinta urang,geulis..."
Teu kawawa cimata bedah ngabanjiran halodo panjang, Rafi jeung nela silih rangkul geugeut, tipepereket. Sagala rasa nu disidem dua taun lilana, rumegang namasingmasing atina ngabuah amis-peuheur.
Takdir teu beunang dipungkir, cinta datang teu nyaho di wayah, katresna norojol lain waktuna. telat. Nalika Neela keur rumah tangga, boga anak opat sedengkeun Rafi jajaka nukeur neangan kembang pibatureun hirup, dipanggihkeun di dunya teu nyata, pesbuk, sms, jeung teteleponan geus ngahudang katresna maranehna.
Dua taun lilana silih asah silih asih, najan jangji mo rek papanggih, da apal kana temah wadi, sadar kana masingmasing diri. Tapi Cinta teu beunang diulahulah, lir gelas kosong, unggal waktu keclakkeclak katresna minuhan hatena, tug nepi kadua taun lilana. poe ieu, pasosore maranehan teu kawawa nahan kasono, mutuskeun papanggih di wates September tapal beurang jeung peuting.
Tepung munggaran jeung panungtungan, mungkas sagala carita nu dua taun lilana dicutat na megamega, dua taun lilan sora jeung tulisan silih geuingkeun silih ingetan, dua taun lilana hate Neela rerencepan nyelapkeun Rafi di satukangeun salaki jeung budakbudakna. Dua taun lilana maranehna duaan nyidem kembang samoja, bodas, seungit ngan teu pantes hirup na pakarangan.
Tibelat.
Cinta nudatang telat, kudu dipungkas najan beurat.

Sabada Hujan Pasosoré

Pasosoré bada hujan. Langit béngras, méga bodas jiga kapas, ting alabring ka kulonkeun.
Enung jeung Adul dariuk na babancik sisi sawah. Angin malibir, ngusap kararas, gigireun rungkun juru kotakan beh kidul. Reumis ngagaréndang, tinggurilap lir permata kasorot panon poé nu séséléké dina daun cau nu rarawis. bancet récét, papatong jeung kukupu aleuntreup na kacang ...panjang na galengan. Manuk piit ucang-uncang na gagang pare nu ngemploh hejo.
Bari tungkul, Ramo Enung ngopepang ngomé tungtung baju. Pameunteu alum, cipanon ngawahangan na juru mata.
'kang...',
Haroshos méh teu kadéngé .
Adul ngalieuk. Neuteup bari haté ratug ningal galagat bébéné nu teu biasa.
“Kumaha Nung?"
Adul daria ngahaminan. Diukna ngised semu nyanghareup. Gap, ramo Enung nu di renggeum. geugeut.
anging leutik ngahiliwir, memetot buuk Enung nuhideung meles.
ramo Enung nu ngalancip eurih malik ngarames ramo Adul. Teu kungsi lila awak Enung ngagibrig lir nu panas tiris, cipanon murubut maseuhan pingpingna, bari nyegruk Enung nyarita,
“'Tos sasasih abdi ngandeg kang...”
@banjar2011

Pamajikan TKW

Peuting jempling réhé combrék. Lembur kuring ngajéngjéhé teu empés-empés. Bulan sapasi sakali-kali méletét na sela-sela méga kulawu. Angin ting gilisir mamapay eurih ngahudangkeun kararas, tingkulisik, ting keresek, ngeundeuk-ngeundek daun kalikiria;bauna ngeteyep ngaliwatan liang bilik kamer.
Geus lila gaang teu ngéar, tinggal cihcir silih udag na tangkal loa. Embé ngabérélé di tungtung lembur, sisi sawah. Haleuang bueuk na tangkal waru, pipir imah nanambah simpé haté.
Lamat-lamat sora jentréng kacapi dina radio transistor dalapan ban, di imah tatangga, ngoétan haté, nyeuseuit ati. peurih.
Bari ngais budak nu gering panas tisareupna keneh, cipanon teu wasa ditahan. reumbay. Haté ngajerit,
”Jungjunan, iraha mulang?”

Hanas

Ti Wulan aya nu nyirorot buburicakan. Teu sirik najong gelas cikopi nu disanghareupan, kuring lumpat bari tatanggahan. Nu nyirorot atrat katojo cahya wulan kebat ka lebah astana. Poho kasieun pikir jimat pédah malem jumaah, beretek lumpat lir singa ngudag kijang.
Usaha teu mubah méméh nu nyirorot neumbrag lemah leungeun geus namprak, nyanggap.'jéprak!' saking tarik nuragrag sada nu beulah, nyatana ngabayabah, cepel tur baseuh, ngaleméréh kana pigeulangan. teu kungsi lila aya sora tan katingal,
" Hihihi...Kop tampanan podol ucing uing!"
Sora nini nyirihil.

@banjar2011

Teu Walakaya ( Akhirnya Versi Sunda)

Kukitunamah uyuhan hirup kénéh gé. Ungal waktu disiksa, unggal mangsa dikakaya. Diawur mah diawur ngan kumaha bisa ngahuap ari dikungkung mah. Saking ku teu kuatna malah kungsi rék nelasan diri ku ngagantung karep na tangkal jéngkol pipireun imah. Ngan untungna ka tangén ku Mang Juha nu rék nyadap. Bedo wé antukna.

Timangsa ka mangsa awakna beuki ngorotan, tatuna beuki gudawang. Di kamarna, ramat ting karayap na tembok pulas biru campur lukut. Bau supa, hangsuer, koweh jeung bau awakna campuh parebut tempat dina pangambeu. Manéhna ceurik balilihan. Kalan-kalan seuseurian sorangan, keukeuleuweuhan, ngobrol sorangan.

Kolémbar deui saurang wanoja, maké dangdanan pangantén, ngjingjing gobang. Digéndéng saurang lalaki. Imut ngagelenya, leumpang kahareupeun manéhna. Bari keclas gobang ditigasken keuna pisan kana haté manehna.
Barawak!.
Tatuna nyiklak dui, gudawang deui. Jerit manéhan ngajerit. Ceurik balilihan.

"Téga anjeun jungjunan! Tega! Anjeun sulaya! Naon atuh dosa akang jungjunaaaan!"

Brak!
Panto kamerna muka. Indungna ngajerit, terus kapiuhan. Lanceuk awéwéna ngocéak bari nangkeuup suku adina nu ngagantung.
Asep Opat taun nandangan gering batin, perlaya digantung karep ku kapeurih di tingal kawin bébéndéna. Teu basa, teu carita.

Akhirnya

Sejauh ini masih bertahan juga sudah terbilang kuat. Tiap waktu Ia tersiksa, stiap saat  Ia dianiaya. Selera makannya  hilang, badannya semakin kerontang. Bahkan satu waktu, saking tak tahannya dengan segala siksaan dan kepedihan, Ia memutuskan untuk gantung diri di Pohon Jengkol di belakang rumahnya. Untung saja saat itu, Mang Juha yang akan menyadap Nira, menemukannya. Ia gagal bunuh diri.

Waktu kewaktu terus berjalan. Kondisi fisiknya terus melemah. badannya semakin kurus saja. Di dalam kamar, sarang labalaba merayap-rayap di segenap penjuru. Bau tembok yang lembab, bau jamur, pesing dan bau badannya yang sekian lama tak terkena air, memburu berebut penciuman. Ia menangis histeris, tersedu. Kadang juga teratawa sendri, berteriak-teriak dan ngomong sendiri.

Kembali, seorang gadis dengan gaun pengantin putih, menjijing sebilah pedang. Digandeng seorang lelaki menghampirinya.

Cap! Pedang di tibaskan tepat ke jantungnya, dan lalu pergi bergandengan meninggalkan luka yang semakin mengaga di jantungnya, perih, pedih. Dan ia histeris, menjerit, menangis tersedu. Dengan sisa suaranya yang payah ia berucap.

"Enkau tega kasih! Kau begitu tega! Kamu telah ingkari janjin kita kasiiiiih!"

                                                                                             ***
Brug!
Pintu kamar di dobrak dari luar. Ibunya menjerit, lalu pingsan. Kaka perempuannya meratap pilu di kaki adik lelakinya yang menggantung diri dikamarnya.

Empat tahun menahan kepedihan batin Asep tak kuasa bertahan lebih lama. Ia tewas gantung diri dengan mendekap derita khianat cinta. Kekasih menikah dengan lelaki lain. Tanpa kabar tanpa bicara sebelumnya.

Tunggara

Ngahérang neuteup lalangit kamer. Bruh-bréh lalampahan nu geus kasorang. Leketey haténa ngaleketey nalika inget kana kajadian tadi subuh.

Angin ipis nebak dangdaunan, ting kulisik. Bancét récét, jangkrik ngingkring, kalan-kalan sora buek disada na tangkal waru sisi kulah. Na luhur dipan Nining banjir cimata, teu wani bekas, beungeut di suksrukkeun kana bantal. Bohlam lima wat nu geus teu hérang deui belingna, kakalicesan jiga nu rék pareum.

Peuting beuki jempling, Angin jiga nu eureun ngarenghap. Bancét teuing kamarana, pon nyakitu deui buek teuing kamana losna. Tapi haté Nining beuki asa disosoék, pikiran pagaliwota, tingceuleuweung tingkoceak, antukna Nining anjog ka biwir gawir. Jiwana teu mampu nahan kasedih, sukmana teu kuat nahan kapeurih, pikiranna teu bisa leupas miceunan gambaran-gambaran kalakuan bapa téré tadi subuh ka dirina, sanggeus nganteurkeun indungna ka pasar. Haroshos ambekannana, rogok kumisna, ranggeuman ramo-ramo kasarna karasa lir hinis nurihan sakujur awakna.

Kapeurih Nining beuki ngajadi, mana bréh kagambar indungna, luat léét késang néangan kipaya di pasar, demi manéhna, demi bapa téréna nu teu boga gawé.

Teu kawawa nandangan tunggara, Nining ngajerit maratan langit, bari neunggarkeun sirah kana tembok kamar satakerna. Nining palastra guyang cimata.

Tepang Lébah Pengkolan

Lebah pengkolan kuring amprok jeung manéhna téh. Wanoja, kembang désa anu jadi parebutan para pamuda, lain ukur ti désa kuring tapi ti mana-mendi. Kuring sorangan geus rada lila neundeun haté ka manéhna

Lebah pengkolan, gas dilaonan, awak semu médéng ka katuhu. Teuing kumaha mimitina, ingetinget,"Dug!" Sora tarik naker. Satuluyna kuring teu inget nanaon.
Hawarhawar kadéngé sora nu humaregung, sora awéwé, gigireun. Najan sirah lanjung, jero dada asa dipeureut, maksakeun beunta. Bréh, Néng Yéni, kembang désa, wanoja nu dipicamcam ngagolér gigireun, tarang baloboran getih, irung jeung juru biwir nyakitu deui, panon buburilengan, awakna ngagibring jiga nu setep.
Les. Kuring teu inget di bumi alam.
@Banjar januari 2012

Arsip Blog